Rabu, 10 Agustus 2011
Info Unik mengenai Batak Karo
Tahukah anda:Batak karo termasuk dalam suku batak,tetapi ada beberapa sumber berkata bahwa hal itu tidak benar/keliru,saya pernah baca di Sabda mengatakan bahwa karo bukan termasuk dalam etnis Bataksampai sekarang saa masih mencari kebenarannya.
Senin, 08 Agustus 2011
Batak Simalungun
Suku Simalungun atau juga disebut Batak Simalungun adalah salah satu suku asli dari provinsi Sumatera Utara, Indonesia, yang menetap di Kabupaten Simalungun dan sekitarnya. Beberapa sumber menyatakan bahwa leluhur suku ini berasal dari daerah India Selatan. Sepanjang sejarah suku ini terbagi ke dalam beberapa kerajaan. Marga asli penduduk Simalungun adalah Damanik, dan 3 marga pendatang yaitu, Saragih, Sinaga, dan Purba. Kemudian marga marga (nama keluarga) tersebut menjadi 4 marga besar di Simalungun.
Orang Batak menyebut suku ini sebagai suku "Si Balungu" dari legenda hantu yang menimbulkan wabah penyakit di daerah tersebut, sedangkan orang Karo menyebutnya Timur karena bertempat di sebelah timur mereka.
Asal-usul
Terdapat berbagai sumber mengenai asal usul Suku Simalungun, tetapi sebagian besar menceritakan bahwa nenek moyang Suku Simalungun berasal dari luar Indonesia.
Kedatangan ini terbagi dalam 2 gelombang [1]:
1. Gelombang pertama (Simalungun Proto ), diperkirakan datang dari Nagore (India Selatan) dan pegunungan Assam (India Timur) di sekitar abad ke-5, menyusuri Myanmar, ke Siam dan Malaka untuk selanjutnya menyeberang ke Sumatera Timur dan mendirikan kerajaan Nagur dari Raja dinasti Damanik.
2. Gelombang kedua (Simalungun Deutero), datang dari suku-suku di sekitar Simalungun yang bertetangga dengan suku asli Simalungun.
Pada gelombang Proto Simalungun di atas, Tuan Taralamsyah Saragih menceritakan bahwa rombongan yang terdiri dari keturunan dari 4 Raja-raja besar dari Siam dan India ini bergerak dari Sumatera Timur ke daerah Aceh, Langkat, daerah Bangun Purba, hingga ke Bandar Kalifah sampai Batubara.
Kemudian mereka didesak oleh suku setempat hingga bergerak ke daerah pinggiran danau Toba dan Samosir.
Pustaha Parpandanan Na Bolag (pustaka Simalungun kuno) mengisahkan bahwa Parpandanan Na Bolag (cikal bakal daerah Simalungun) merupakan kerajaan tertua di Sumatera Timur yang wilayahnya bermula dari Jayu (pesisir Selat Malaka) hingga ke Toba. Sebagian sumber lain menyebutkan bahwa wilayahnya meliputi Gayo dan Alas di Aceh hingga perbatasan sungai Rokan di Riau.
Kini, di Kabupaten Simalungun sendiri, Akibat derasnya imigrasi, suku Simalungun hanya menjadi mayoritas di daerah Simalungun Atas.
Marga
Terdapat empat marga asli suku Simalungun yang populer dengan akronim SISADAPUR, yaitu:
• Sinaga
• Saragih
• Damanik
• Purba
Keempat marga ini merupakan hasil dari “Harungguan Bolon” (permusyawaratan besar) antara 4 raja besar untuk tidak saling menyerang dan tidak saling bermusuhan (marsiurupan bani hasunsahan na legan, rup mangimbang munssuh).
Pakaian Adat
Kain Adat Simalungun disebut Hiou. Penutup kepala lelaki disebut Gotong, penutup kepala wanita disebut Bulang, sedangkan yang kain yang disandang ataupun kain samping disebut Suri-suri.
Sama seperti suku-suku lain di sekitarnya, pakaian adat suku Simalungun tidak terlepas dari penggunaan kain Ulos (disebut Uis di suku Karo). Kekhasan pada suku Simalungun adalah pada kain khas serupa Ulos yang disebut Hiou dengan berbagai ornamennya.
Ulos pada mulanya identik dengan ajimat, dipercaya mengandung "kekuatan" yang bersifat religius magis dan dianggap keramat serta memiliki daya istimewa untuk memberikan perlindungan. Menurut beberapa penelitian penggunaan ulos oleh suku bangsa Batak, memperlihatkan kemiripan dengan bangsa Karen di perbatasan Myanmar, Muangthai dan Laos, khususnya pada ikat kepala, kain dan ulosnya.
Secara legenda ulos dianggap sebagai salah satu dari 3 sumber kehangatan bagi manusia (selain Api dan Matahari), namun dipandang sebagai sumber kehangatan yang paling nyaman karena bisa digunakan kapan saja (tidak seperti matahari, dan tidak dapat membakar (seperti api). Seperti suku lain di rumpun Batak, Simalungun memiliki kebiasaan "mambere hiou" (memberikan ulos) yang salah satunya melambangkan pemberian kehangatan dan kasih sayang kepada penerima Hiou. Hiou dapat dikenakan dalam berbagai bentuk, sebagai kain penutup kepala, penutup badan bagian bawah, penutup badan bagian atas, penutup punggung dan lain-lain.
Hiou dalam berbagai bentuk dan corak/motif memiliki nama dan jenis yang berbeda-beda, misalnya Hiou penutup kepala wanita disebut suri-suri, Hiou penutup badan bagian bawah bagi wanita misalnya ragipanei, atau yang digunakan sebagai pakaian sehari-hari yang disebut jabit. Hiou dalam pakaian penganti Simalungun juga melambangkan kekerabatan Simalungun yang disebut tolu sahundulan, yang terdiri dari tutup kepala (ikat kepala), tutup dada (pakaian) dan tutup bagian bawah (abit).
Menurut Muhar Omtatok, Budayawan Simalungun, awalnya Gotong (Penutup Kepala Pria Simalungun) berbentuk destar dari bahan kain gelap ( Berwarna putih untuk upacara kemalangan, disebut Gotong Porsa), namun kemudian Tuan Bandaralam Purba Tambak dari Dolog Silou juga menggemari trend penutup kepala ala melayu berbentuk tengkuluk dari bahan batik, dari kegemaran pemegang Pustaha Bandar Hanopan inilah, kemudian Orang Simalungun dewasa ini suka memakai Gotong berbentuk Tengkuluk Batik.
Kepercayaan
Bila diselidiki lebih dalam suku Simalungun memiliki berbagai kepercayaan yang berhubungan dengan pemakaian mantera-mantera dari "Datu" (dukun) disertai persembahan kepada roh-roh nenek moyang yang selalu didahului panggilan kepada Tiga Dewa yang disebut Naibata, yaitu Naibata di atas (dilambangkan dengan warna Putih), Naibata di tengah (dilambangkan dengan warna Merah), dan Naibata di bawah (dilambangkan dengan warna Hitam). 3 warna yang mewakili Dewa-Dewa tersebut (Putih, Merah dan Hitam) mendominasi berbagai ornamen suku Simalungun dari pakaian sampai hiasan rumahnya.
Orang Batak menyebut suku ini sebagai suku "Si Balungu" dari legenda hantu yang menimbulkan wabah penyakit di daerah tersebut, sedangkan orang Karo menyebutnya Timur karena bertempat di sebelah timur mereka.
Asal-usul
Terdapat berbagai sumber mengenai asal usul Suku Simalungun, tetapi sebagian besar menceritakan bahwa nenek moyang Suku Simalungun berasal dari luar Indonesia.
Kedatangan ini terbagi dalam 2 gelombang [1]:
1. Gelombang pertama (Simalungun Proto ), diperkirakan datang dari Nagore (India Selatan) dan pegunungan Assam (India Timur) di sekitar abad ke-5, menyusuri Myanmar, ke Siam dan Malaka untuk selanjutnya menyeberang ke Sumatera Timur dan mendirikan kerajaan Nagur dari Raja dinasti Damanik.
2. Gelombang kedua (Simalungun Deutero), datang dari suku-suku di sekitar Simalungun yang bertetangga dengan suku asli Simalungun.
Pada gelombang Proto Simalungun di atas, Tuan Taralamsyah Saragih menceritakan bahwa rombongan yang terdiri dari keturunan dari 4 Raja-raja besar dari Siam dan India ini bergerak dari Sumatera Timur ke daerah Aceh, Langkat, daerah Bangun Purba, hingga ke Bandar Kalifah sampai Batubara.
Kemudian mereka didesak oleh suku setempat hingga bergerak ke daerah pinggiran danau Toba dan Samosir.
Pustaha Parpandanan Na Bolag (pustaka Simalungun kuno) mengisahkan bahwa Parpandanan Na Bolag (cikal bakal daerah Simalungun) merupakan kerajaan tertua di Sumatera Timur yang wilayahnya bermula dari Jayu (pesisir Selat Malaka) hingga ke Toba. Sebagian sumber lain menyebutkan bahwa wilayahnya meliputi Gayo dan Alas di Aceh hingga perbatasan sungai Rokan di Riau.
Kini, di Kabupaten Simalungun sendiri, Akibat derasnya imigrasi, suku Simalungun hanya menjadi mayoritas di daerah Simalungun Atas.
Marga
Terdapat empat marga asli suku Simalungun yang populer dengan akronim SISADAPUR, yaitu:
• Sinaga
• Saragih
• Damanik
• Purba
Keempat marga ini merupakan hasil dari “Harungguan Bolon” (permusyawaratan besar) antara 4 raja besar untuk tidak saling menyerang dan tidak saling bermusuhan (marsiurupan bani hasunsahan na legan, rup mangimbang munssuh).
Pakaian Adat
Kain Adat Simalungun disebut Hiou. Penutup kepala lelaki disebut Gotong, penutup kepala wanita disebut Bulang, sedangkan yang kain yang disandang ataupun kain samping disebut Suri-suri.
Sama seperti suku-suku lain di sekitarnya, pakaian adat suku Simalungun tidak terlepas dari penggunaan kain Ulos (disebut Uis di suku Karo). Kekhasan pada suku Simalungun adalah pada kain khas serupa Ulos yang disebut Hiou dengan berbagai ornamennya.
Ulos pada mulanya identik dengan ajimat, dipercaya mengandung "kekuatan" yang bersifat religius magis dan dianggap keramat serta memiliki daya istimewa untuk memberikan perlindungan. Menurut beberapa penelitian penggunaan ulos oleh suku bangsa Batak, memperlihatkan kemiripan dengan bangsa Karen di perbatasan Myanmar, Muangthai dan Laos, khususnya pada ikat kepala, kain dan ulosnya.
Secara legenda ulos dianggap sebagai salah satu dari 3 sumber kehangatan bagi manusia (selain Api dan Matahari), namun dipandang sebagai sumber kehangatan yang paling nyaman karena bisa digunakan kapan saja (tidak seperti matahari, dan tidak dapat membakar (seperti api). Seperti suku lain di rumpun Batak, Simalungun memiliki kebiasaan "mambere hiou" (memberikan ulos) yang salah satunya melambangkan pemberian kehangatan dan kasih sayang kepada penerima Hiou. Hiou dapat dikenakan dalam berbagai bentuk, sebagai kain penutup kepala, penutup badan bagian bawah, penutup badan bagian atas, penutup punggung dan lain-lain.
Hiou dalam berbagai bentuk dan corak/motif memiliki nama dan jenis yang berbeda-beda, misalnya Hiou penutup kepala wanita disebut suri-suri, Hiou penutup badan bagian bawah bagi wanita misalnya ragipanei, atau yang digunakan sebagai pakaian sehari-hari yang disebut jabit. Hiou dalam pakaian penganti Simalungun juga melambangkan kekerabatan Simalungun yang disebut tolu sahundulan, yang terdiri dari tutup kepala (ikat kepala), tutup dada (pakaian) dan tutup bagian bawah (abit).
Menurut Muhar Omtatok, Budayawan Simalungun, awalnya Gotong (Penutup Kepala Pria Simalungun) berbentuk destar dari bahan kain gelap ( Berwarna putih untuk upacara kemalangan, disebut Gotong Porsa), namun kemudian Tuan Bandaralam Purba Tambak dari Dolog Silou juga menggemari trend penutup kepala ala melayu berbentuk tengkuluk dari bahan batik, dari kegemaran pemegang Pustaha Bandar Hanopan inilah, kemudian Orang Simalungun dewasa ini suka memakai Gotong berbentuk Tengkuluk Batik.
Kepercayaan
Bila diselidiki lebih dalam suku Simalungun memiliki berbagai kepercayaan yang berhubungan dengan pemakaian mantera-mantera dari "Datu" (dukun) disertai persembahan kepada roh-roh nenek moyang yang selalu didahului panggilan kepada Tiga Dewa yang disebut Naibata, yaitu Naibata di atas (dilambangkan dengan warna Putih), Naibata di tengah (dilambangkan dengan warna Merah), dan Naibata di bawah (dilambangkan dengan warna Hitam). 3 warna yang mewakili Dewa-Dewa tersebut (Putih, Merah dan Hitam) mendominasi berbagai ornamen suku Simalungun dari pakaian sampai hiasan rumahnya.
Jumat, 05 Agustus 2011
Batak Toba
Batak Toba adalah sub atau bagian dari suku bangsa Batak yang wilayahnya meliputi Balige, Porsea, Parsoburan, Laguboti, Ajibata, Uluan, Borbor, Lumban Julu, dan sekitarnya. Silindung, Samosir, dan Humbang bukanlah Toba. Karena 4 (empat) sub atau bagian suku bangsa Batak (Silindung_Samosir_Humbang_Toba) memiliki wilayah dan contoh marga yang berbeda. Sonak Malela yang mempunyai 3 (tiga) orang putera dan menurunkan 4 (empat) marga, yaitu: Simangunsong, Marpaung, Napitupulu, dan Pardede, merupakan dan [nairasaon] yang terdiri dari sitorus,sirait,butar-butar,manurung ini merupakan beberapa marga dari batak toba.
Toba pada masa Kerajaan Batak
Pada masa Kerajaan Batak yang berpusat di Bakara, Kerajaan Batak yang dalam pemerintahan dinasti Sisingamangaraja membagi Kerajaan Batak dalam 4 (empat) wilayah yang disebut Raja Maropat, yaitu:
1. Raja Maropat Silindung
2. Raja Maropat Samosir
3. Raja Maropat Humbang
4. Raja Maropat Toba
Daerah Batak Toba masuk dalam wilayah Raja Maropat Toba. Raja Maropat Toba meliputi wilayah Toba sekarang hingga pantai Timur dan berbatasan dengan Kerajaan Johor.
Toba pada masa penjajahan Belanda
Pada masa penjajahan Belanda, pemerintah Belanda membentuk Keresidenan Tapanuli pada tahun 1910. Keresidenan Tapanuli terbagi atas 4 (empat) wilayah yang disebut afdeling dan saat ini dikenal dengan kabupaten atau kota, yaitu:
1. Afdeling Padang Sidempuan, yang sekarang menjadi Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Padang Lawas Utara, dan Kota Padang Sidempuan.
2. Afdeling Nias, yang sekarang menjadi Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan.
3. Afdeling Sibolga dan Ommnenlanden, yang sekarang menjadi Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga.
4. Afdeling Bataklanden, yang sekarang menjadi Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Samosir, Kabupaten Dairi, dan Kabupaten Pakpak Bharat.
Daerah Batak Toba menjadi salah satu bagian dari 5 (lima) onderafdeling pada Afdeling Bataklanden, yaitu Onderafdeling Toba yang beribukota di Balige. Onderafdeling Toba dipimpin oleh seorang Controleur van Toba.
Toba pada masa awal kemerdekaan RI
Setelah kemerdekaan, pemerintah Republik Indonesia pun tetap menjadikan Tapanuli menjadi sebuah keresidenan. Dr. Ferdinand Lumban Tobing merupakan Residen Tapanuli yang pertama.
Ada sedikit perubahan dilakukan pada nama. Namun pembagian wilayah tetap sama. Nama Afdeling Bataklanden misalnya diubah menjadi Luhak Tanah Batak dan luhak pertama yang diangkat adalah Cornelius Sihombing yang pernah menjabat sebagai Demang Silindung. Nama onderafdeling pun diganti menjadi urung dan para demang yang memimpin onderafdeing diangkat menjadi Kepala Urung. Onderdistrik pun menjadi Urung Kecil yang dipimpin oleh Kepala Urung Kecil yang dulu adalah sebagai Assistent Demang.
Seiring dengan perjalanan sejarah, pemerintahan di Keresidenan Tapanuli pernah dibagi dalam 4 (empat) kabupaten, yaitu:
1. Kabupaten Silindung
2. Kabupaten Samosir
3. Kabupaten Humbang
4. Kabupaten Toba
Batak Toba masuk dalam wilayah Kabupaten Toba
Toba ketika penyerahan kedaulatan pada permulaan 1950
Ketika penyerahan kedaulatan pada permulaan 1950, Keresidenan Tapanuli yang sudah disatukan dalam Provinsi Sumatera Utara dibagi dalam 4 (empat) kabupaten baru, yaitu:
1. Kabupaten Tapanuli Utara (sebelumnya Kabupaten Tanah Batak)
2. Kabupaten Tapanuli Tengah (sebelumnya Kabupaten Sibolga)
3. Kabupaten Tapanuli Selatan (sebelumnya Kabupaten Padang Sidempuan)
4. Kabupaten Nias
Batak Toba pun masuk dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Utara yang beribukota di Tarutung.
Toba pada masa sekarang
Desember 2008, Keresidenan Tapanuli disatukan dalam Provinsi Sumatera Utara. Toba saat ini masuk dalam wilayah Kabupaten Toba Samosir yang beribukota di Balige.
Kabupaten Toba Samosir dibentuk berdasarkan Undang-Undang No 12. Tahun 1998 tentang pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Toba Samosir dan Kabupaten Mandailing Natal, di Daerah Tingkat I Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Toba Samosir ini merupakan pemekaran dari Daerah Tingkat II Kabupaten Tapanuli Utara.
Marga pada suku Batak Toba
Marga atau nama keluarga adalah bagian nama yang merupakan pertanda dari keluarga mana ia berasal.
Orang Batak selalu memiliki nama marga/keluarga. Nama / marga ini diperoleh dari garis keturunan ayah (patrilinear) yang selanjutnya akan diteruskan kepada keturunannya secara terus menerus.
Dikatakan sebagai marga pada suku bangsa Batak Toba ialah marga-marga pada suku bangsa Batak yang berkampung halaman (marbona pasogit) di daerah Toba. Sonak Malela yang mempunyai 3 (tiga) orang putera dan menurunkan 4 (empat) marga, yaitu: Simangunsong, Marpaung, Napitupulu, dan Pardede, merupakan salah satu cotoh marga pada suku bangsa Batak Toba.
Seluruh Tapanuli bukan Toba
Kurang dapat diketahui sejak kapan Silindung, Samosir, dan Humbang dinyatakan sebagai Batak Toba. Padahal Batak Toba hanya meliputi wilayah Balige, Porsea, Laguboti, Parsoburan, Silaen, Sigumpar, Lumban Julu, Ajibata, Uluan, Pintu Pohan, dan sekitarnya. Sedangkan seluruh Tapanuli bukan Batak Toba. Melainkan antara Silindung, Samosir, Humbang, dan Toba telah menjadi wilayah yang berbeda sejak zaman Kerajaan Batak
Toba pada masa Kerajaan Batak
Pada masa Kerajaan Batak yang berpusat di Bakara, Kerajaan Batak yang dalam pemerintahan dinasti Sisingamangaraja membagi Kerajaan Batak dalam 4 (empat) wilayah yang disebut Raja Maropat, yaitu:
1. Raja Maropat Silindung
2. Raja Maropat Samosir
3. Raja Maropat Humbang
4. Raja Maropat Toba
Daerah Batak Toba masuk dalam wilayah Raja Maropat Toba. Raja Maropat Toba meliputi wilayah Toba sekarang hingga pantai Timur dan berbatasan dengan Kerajaan Johor.
Toba pada masa penjajahan Belanda
Pada masa penjajahan Belanda, pemerintah Belanda membentuk Keresidenan Tapanuli pada tahun 1910. Keresidenan Tapanuli terbagi atas 4 (empat) wilayah yang disebut afdeling dan saat ini dikenal dengan kabupaten atau kota, yaitu:
1. Afdeling Padang Sidempuan, yang sekarang menjadi Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Padang Lawas Utara, dan Kota Padang Sidempuan.
2. Afdeling Nias, yang sekarang menjadi Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan.
3. Afdeling Sibolga dan Ommnenlanden, yang sekarang menjadi Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga.
4. Afdeling Bataklanden, yang sekarang menjadi Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Samosir, Kabupaten Dairi, dan Kabupaten Pakpak Bharat.
Daerah Batak Toba menjadi salah satu bagian dari 5 (lima) onderafdeling pada Afdeling Bataklanden, yaitu Onderafdeling Toba yang beribukota di Balige. Onderafdeling Toba dipimpin oleh seorang Controleur van Toba.
Toba pada masa awal kemerdekaan RI
Setelah kemerdekaan, pemerintah Republik Indonesia pun tetap menjadikan Tapanuli menjadi sebuah keresidenan. Dr. Ferdinand Lumban Tobing merupakan Residen Tapanuli yang pertama.
Ada sedikit perubahan dilakukan pada nama. Namun pembagian wilayah tetap sama. Nama Afdeling Bataklanden misalnya diubah menjadi Luhak Tanah Batak dan luhak pertama yang diangkat adalah Cornelius Sihombing yang pernah menjabat sebagai Demang Silindung. Nama onderafdeling pun diganti menjadi urung dan para demang yang memimpin onderafdeing diangkat menjadi Kepala Urung. Onderdistrik pun menjadi Urung Kecil yang dipimpin oleh Kepala Urung Kecil yang dulu adalah sebagai Assistent Demang.
Seiring dengan perjalanan sejarah, pemerintahan di Keresidenan Tapanuli pernah dibagi dalam 4 (empat) kabupaten, yaitu:
1. Kabupaten Silindung
2. Kabupaten Samosir
3. Kabupaten Humbang
4. Kabupaten Toba
Batak Toba masuk dalam wilayah Kabupaten Toba
Toba ketika penyerahan kedaulatan pada permulaan 1950
Ketika penyerahan kedaulatan pada permulaan 1950, Keresidenan Tapanuli yang sudah disatukan dalam Provinsi Sumatera Utara dibagi dalam 4 (empat) kabupaten baru, yaitu:
1. Kabupaten Tapanuli Utara (sebelumnya Kabupaten Tanah Batak)
2. Kabupaten Tapanuli Tengah (sebelumnya Kabupaten Sibolga)
3. Kabupaten Tapanuli Selatan (sebelumnya Kabupaten Padang Sidempuan)
4. Kabupaten Nias
Batak Toba pun masuk dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Utara yang beribukota di Tarutung.
Toba pada masa sekarang
Desember 2008, Keresidenan Tapanuli disatukan dalam Provinsi Sumatera Utara. Toba saat ini masuk dalam wilayah Kabupaten Toba Samosir yang beribukota di Balige.
Kabupaten Toba Samosir dibentuk berdasarkan Undang-Undang No 12. Tahun 1998 tentang pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Toba Samosir dan Kabupaten Mandailing Natal, di Daerah Tingkat I Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Toba Samosir ini merupakan pemekaran dari Daerah Tingkat II Kabupaten Tapanuli Utara.
Marga pada suku Batak Toba
Marga atau nama keluarga adalah bagian nama yang merupakan pertanda dari keluarga mana ia berasal.
Orang Batak selalu memiliki nama marga/keluarga. Nama / marga ini diperoleh dari garis keturunan ayah (patrilinear) yang selanjutnya akan diteruskan kepada keturunannya secara terus menerus.
Dikatakan sebagai marga pada suku bangsa Batak Toba ialah marga-marga pada suku bangsa Batak yang berkampung halaman (marbona pasogit) di daerah Toba. Sonak Malela yang mempunyai 3 (tiga) orang putera dan menurunkan 4 (empat) marga, yaitu: Simangunsong, Marpaung, Napitupulu, dan Pardede, merupakan salah satu cotoh marga pada suku bangsa Batak Toba.
Seluruh Tapanuli bukan Toba
Kurang dapat diketahui sejak kapan Silindung, Samosir, dan Humbang dinyatakan sebagai Batak Toba. Padahal Batak Toba hanya meliputi wilayah Balige, Porsea, Laguboti, Parsoburan, Silaen, Sigumpar, Lumban Julu, Ajibata, Uluan, Pintu Pohan, dan sekitarnya. Sedangkan seluruh Tapanuli bukan Batak Toba. Melainkan antara Silindung, Samosir, Humbang, dan Toba telah menjadi wilayah yang berbeda sejak zaman Kerajaan Batak
Kamis, 04 Agustus 2011
Batak itu.....
A.Bahasa
Dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari, orang Batak menggunakan beberapa logat, ialah: (1)Logat Karo yang dipakai oleh orang Karo; (2) Logat Pakpak yang dipakai oleh Pakpak; (3) Logat Simalungun yang dipakai oleh Simalungun; (4) Logat Toba yang dipakai oleh orang Toba, Angkola dan Mandailing.
B.Religi
Pada abad 19 agama islam masuk daerah penyebaranya meliputi batak selatan . Agama kristen masuk sekitar tahun 1863 dan penyebaranya meliputi batak utara. Walaupun d emikian banyak sekali masyarakat batak didaerah pedesaan yang masih mmpertahankan konsep asli religi pendduk batak. Orang batak mempunyai konsepsi bahwa alam semesta beserta isinya diciptakan oleh Debeta Mula Jadi Na Balon dan bertempat tinggal diatas langit dan mempunyai nama-nama sesuai dengan tugasnya dan kedudukanya . Debeta Mula Jadi Na Balon : bertempat tinggal dilangit dan merupakan maha pencipta; Siloan Na Balom: berkedudukan sebagai penguasa dunia mahluk halus. Dalam hubungannya dengan roh dan jiwa orang batak mengenal tiga konsep yaitu : Tondi: jiwa atau roh; Sahala : jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang; Begu : Tondinya orang yang sudah mati. Orang batak juga percaya akan kekuatan sakti dari jimat yang disebut Tongkal.
C.Kesenian
Seni Tari yaitu Tari Tor-tor (bersifat magis); Tari serampang dua belas (bersifat hiburan). Alat Musik tradisional : Gong; Saga-saga. Hasil kerajinan tenun dari suku batak adalah kain ulos. Kain ini selalu ditampilkan dalam upacara perkawinan, mendirikan rumah, upacara kematian, penyerahan harta warisan, menyambut tamu yang dihormati dan upacara menari Tor-tor. Kain adat sesuai dengan sistem keyakinan yang diwariskan nenek moyang .
D.Pengetahuan
Orang Batak juga mengenal sistem gotong-royong kuno dalam hal bercocok tanam. Dalam bahasa Karo aktivitas itu disebut Raron, sedangkan dalam bahasa Toba hal itu disebut Marsiurupan. Sekelompok orang tetangga atau kerabat dekat bersama-sama mengerjakan tanah dan masing-masing anggota secara bergiliran. Raron itu merupakan satu pranata yang keanggotaannya sangat sukarela dan lamanya berdiri tergantung kepada persetujuan pesertanya.
E.Organisasi Sosial
a. Perkawinan
Pada tradisi suku Batak seseorang hanya bisa menikah dengan orang Batak yang berbeda klan sehingga jika ada yang menikah dia harus mencari pasangan hidup dari marga lain selain marganya. Apabila yang menikah adalah seseorang yang bukan dari suku Batak maka dia harus diadopsi oleh salah satu marga Batak (berbeda klan). Acara tersebut dilanjutkan dengan prosesi perkawinan yang dilakukan di gereja karena mayoritas penduduk Batak beragama Kristen.
Untuk mahar perkawinan-saudara mempelai wanita yang sudah menikah.
b. Kekerabatan
Kelompok kekerabatan suku bangsa Batak berdiam di daerah pedesaan yang disebut Huta atau Kuta menurut istilah Karo. Biasanya satu Huta didiami oleh keluarga dari satu marga.Ada pula kelompok kerabat yang disebut marga taneh yaitu kelompok pariteral keturunan pendiri dari Kuta. Marga tersebut terikat oleh simbol-simbol tertentu misalnya nama marga. Klen kecil tadi merupakan kerabat patrilineal yang masih berdiam dalam satu kawasan. Sebaliknya klen besar yang anggotanya sdah banyak hidup tersebar sehingga tidak saling kenal tetapi mereka dapat mengenali anggotanya melalui nama marga yang selalu disertakan dibelakang nama kecilnya, Stratifikasi sosial orang Batak didasarkan pada empat prinsip yaitu : (a) perbedaan tigkat umur, (b) perbedaan pangkat dan jabatan, (c) perbedaan sifat keaslian dan (d) status kawin.
F.Teknologi
Masyarakat Batak telah mengenal dan mempergunakan alat-alat sederhana yang dipergunakan untuk bercocok tanam dalam kehidupannya. Seperti cangkul, bajak (tenggala dalam bahasa Karo), tongkat tunggal (engkol dalam bahasa Karo), sabit (sabi-sabi) atau ani-ani. Masyarakat Batak juga memiliki senjata tradisional yaitu, piso surit (sejenis belati), piso gajah dompak (sebilah keris yang panjang), hujur (sejenis tombak), podang (sejenis pedang panjang). Unsur teknologi lainnya yaitukain ulos yang merupakan kain tenunan yang mempunyai banyak fungsi dalam kehidupan adat Batak.
G.Mata Pencaharian
Pada umumnya masyarakat batak bercocok tanam padi di sawah dan ladang. Lahan didapat dari pembagian yang didasarkan marga. Setiap kelurga mandapat tanah tadi tetapi tidak boleh menjualnya. Selain tanah ulayat adapun tanah yang dimiliki perseorangan .
Perternakan juga salah satu mata pencaharian suku batak antara lain perternakan kerbau, sapi, babi, kambing, ayam, dan bebek. Penangkapan ikan dilakukan sebagian penduduk disekitar danau Toba.
Sektor kerajinan juga berkembang. Misalnya tenun, anyaman rotan, ukiran kayu, temmbikar, yang ada kaitanya dengan pariwisata.
Aksara Batak
asal Alfabet Batak, atau surat Batak, adalah keturunan akhir dari script dari Brahmi dari India kuno dengan cara dari Palawa dan Kawi kuno .
Batak Toba abjad suku kata
Dairi Batak, yang juga dikenal sebagai Toba Batak dan Batta, adalah sebuah bahasa Austronesia dituturkan oleh sekitar 2 juta orang di bagian utara pulau Sumatera Indonesia.
PENGEMBANGAN AKSARA BATAK
Pada awalnya nenek moyang kita Siraja Batak mengukir aksara Batak untuk dapat menulis bahasa Batak, bukan untuk dapat menulis bahasa-bahasa yang lain. Barangkali pada waktu aksara Batak itu disingahon Siraja Batak, mereka tidak teipikir bahwa masih ada bahasa-bahasa yang lain selain bahasa daerah Batak.
Akan tetapi setelah Siraja Batak marpinompari, mereka menyebar ke desa na uwalu, barulah mereka tahu bahwa sebenarnya masih ada bahasa daerah selain bahasa Batak.
Hal ini setelah datangnya sibontar mata (bangsa asing), kemudian menyusul dengan perang Batak dan perang Padri, barulah terbuka mata para pendahulu kita bahwa sebetulnya masih banyak bahasa-bahasa yang mereka temui di luar Tano Batak.
Kemudian kita merdeka, maka semakin banyak pula pergaulan orang Batak dalam rangka mencari upaya-upaya peningkatan taraf hidup.
Mereka bisa sekolah di negeri masing-masing bahkan bisa di luar Tano Batak dan akhirnya bisa ke Batavia.
Pengetahuan kita semakin terbuka sehingga selain bahasa Indonesia masih banyak bahasa-bahasa daerah lain dibumi persada kita ini.
Kalau kita melihat bahasa daerah Sunda, Jawa, Bali dan lain-lain, aksara Batak itu hanya bisa menulis bahasa Indonesia selain bahasa Batak. Aksara Batak tidak bisa menulis bahasa Sunda, Jawa, Aceh, Bali dan sebagainya maupun bahasa-bahasa asing seperti bahasa Inggris, Perancis, Jerman.
Untuk mengantisipasi perkembangan zaman, sesuai dengan amanat GBHN, maka tokoh-tokoh masyarakat Batak melalui seminar pada tanggal 17 Juli 1988, telah mencoba mengembangkan aksara Batak dari 19 induk huruf menjadi 29 induk huruf.
Dengan demikian, maka bahasa Indonesia akan dapat dituliskan dengan aksara Batak.
Surat Batak yang di sepakati 17 Juli 1988 dikembangkan oleh masyarakat Batak Angkola-Sipirok-Padang Lawas-Mandailing-Toba-Toba-Dairi-Simalungun dan Batak Karo
Induk Huruf
Sistem tradisi penulisan didalam bahasa Batak Toba diduga telah ada sejak abad ke-13,dengan aksara yang mungkin berasal dari aksara Jawa Kuna, melalui aksara Sumatera Kuna. Aksara ini bersifat silabis artinya tanda untuk menggambarkan satu suku kata/silaba atau silabis. Jumlah lambang /tanda itu sebanyak 19 buah huruf yang disebut juga induk huruf dan ditambah 7 jenis anak huruf.
Pada dasarnya huruf /ka/ tidak pernah ditemukan dalam bahasa Batak Toba, misalnya orang Batak Toba pada mulanya bila menyebutkan kopi adalah hopi, dan hoda [bukan kuda]. Tetapi sekarang ini orang Batak tidak lagi menyebutnya hopi melainkan kopi, itulah perubahan pelafalan dalam bahasa Batak Toba.
Batak Toba abjad suku kata
Dairi Batak, yang juga dikenal sebagai Toba Batak dan Batta, adalah sebuah bahasa Austronesia dituturkan oleh sekitar 2 juta orang di bagian utara pulau Sumatera Indonesia.
PENGEMBANGAN AKSARA BATAK
Pada awalnya nenek moyang kita Siraja Batak mengukir aksara Batak untuk dapat menulis bahasa Batak, bukan untuk dapat menulis bahasa-bahasa yang lain. Barangkali pada waktu aksara Batak itu disingahon Siraja Batak, mereka tidak teipikir bahwa masih ada bahasa-bahasa yang lain selain bahasa daerah Batak.
Akan tetapi setelah Siraja Batak marpinompari, mereka menyebar ke desa na uwalu, barulah mereka tahu bahwa sebenarnya masih ada bahasa daerah selain bahasa Batak.
Hal ini setelah datangnya sibontar mata (bangsa asing), kemudian menyusul dengan perang Batak dan perang Padri, barulah terbuka mata para pendahulu kita bahwa sebetulnya masih banyak bahasa-bahasa yang mereka temui di luar Tano Batak.
Kemudian kita merdeka, maka semakin banyak pula pergaulan orang Batak dalam rangka mencari upaya-upaya peningkatan taraf hidup.
Mereka bisa sekolah di negeri masing-masing bahkan bisa di luar Tano Batak dan akhirnya bisa ke Batavia.
Pengetahuan kita semakin terbuka sehingga selain bahasa Indonesia masih banyak bahasa-bahasa daerah lain dibumi persada kita ini.
Kalau kita melihat bahasa daerah Sunda, Jawa, Bali dan lain-lain, aksara Batak itu hanya bisa menulis bahasa Indonesia selain bahasa Batak. Aksara Batak tidak bisa menulis bahasa Sunda, Jawa, Aceh, Bali dan sebagainya maupun bahasa-bahasa asing seperti bahasa Inggris, Perancis, Jerman.
Untuk mengantisipasi perkembangan zaman, sesuai dengan amanat GBHN, maka tokoh-tokoh masyarakat Batak melalui seminar pada tanggal 17 Juli 1988, telah mencoba mengembangkan aksara Batak dari 19 induk huruf menjadi 29 induk huruf.
Dengan demikian, maka bahasa Indonesia akan dapat dituliskan dengan aksara Batak.
Surat Batak yang di sepakati 17 Juli 1988 dikembangkan oleh masyarakat Batak Angkola-Sipirok-Padang Lawas-Mandailing-Toba-Toba-Dairi-Simalungun dan Batak Karo
Induk Huruf
Sistem tradisi penulisan didalam bahasa Batak Toba diduga telah ada sejak abad ke-13,dengan aksara yang mungkin berasal dari aksara Jawa Kuna, melalui aksara Sumatera Kuna. Aksara ini bersifat silabis artinya tanda untuk menggambarkan satu suku kata/silaba atau silabis. Jumlah lambang /tanda itu sebanyak 19 buah huruf yang disebut juga induk huruf dan ditambah 7 jenis anak huruf.
Pada dasarnya huruf /ka/ tidak pernah ditemukan dalam bahasa Batak Toba, misalnya orang Batak Toba pada mulanya bila menyebutkan kopi adalah hopi, dan hoda [bukan kuda]. Tetapi sekarang ini orang Batak tidak lagi menyebutnya hopi melainkan kopi, itulah perubahan pelafalan dalam bahasa Batak Toba.
Kain tradisional khas Batak
Ulos merupakan salah satu kerajinan tradisional khas Batak. Entah kapan masyarakat Batak mulai membuat Ulos. Konon, Ulos telah menjadi kerajinan khas Batak sejak dulu. Bahkan sebelum mereka mengenal produk tekstil, Ulos dijadikan pakaian keseharian. Meskipun demikian, tidak semua Ulos Batak dapat dipakai dalam keseharian.
Ada Ulos yang hanya boleh dikenakan dalam acara tertentu. Misalkan saja, Ulos Jugia. Ulos ini hanya boleh dikenakan oleh orang Batak yang telah memiliki cucu. Ada juga Ulos Ragi Hidup yang dapat dipakai untuk berbagai keperluan adat. Tidak hanya dua macam Ulos itu saja, masih ada beberapa jenis lainnya.
Proses pembuatan Ulos relatif sama dengan kain tenun tradisional pada umumnya. Sehelai Ulos dibuat dari beberapa helai benang yang ditenun dengan menggunakan alat tenun tradisional. Para pengrajin tenun seringkali menyebutnya ATBM, Alat Tenun Bukan Mesin. Untuk membuat sehelai kain Ulos diperlukan waktu yang relatif lama. Itulah mengapa, kesabaran dan ketekunan sangat diperlukan ketika memproduksi sehelai Ulos.
Untuk memproduksi satu helai Ulos, ada beberapa tahap yang harus dilalui. Pertama, proses penenunan benang. Proses penenunan ini menentukan motif ataupun jenis Ulos yang akan diproduksi. Kedua, pewarnaan kain. Biasanya, dominan warna dasar kain Ulos, Merah, Hitam, dan Putih. Seringkali, mereka menggunakan bahan alami untuk memberi warna dasar benang ulos. Setelah warna telah siap, barulah kain yang telah ditenun dicelupkan ke dalam cairan pewarna. Ada yang mengatakan, proses ini memakan waktu yang relatif lama. Untuk membuat kain dengan beberapa warna, kain tersebut haruslah dicelup ke dalam pewarna berulang. Setelah penenunan dan pewarnaan, proses selanjutnya adalah pengeringan. Setelah semua tahap tersebut telah dilalui, barulah Ulos dapat dibuat sedemikian rupa mengikuti bentuk kerajinan yang diinginkan.
Konon, tidak semua orang dapat membuat Ulos. Selain membutuhkan proses lama, butuh keahlian khusus untuk membuat sehelai Ulos. Di kalangan pengrajin Ulos, ada yang namanya tingkatan menenun. Tingkatan tersebut berdasarkan jumlah lidi yang digunakan untuk membuat motif kain. Untuk tingkat pemula, ia hanya diperbolehkan membuat Ulos dengan motif sederhana. Karena, untuk membuat motif tersebut hanya dibutuhkan beberapa jumlah lidi saja. Semakin banyak motif, jumlah lidi yang digunakan juga akan bertambah. Biasanya, jenis Ulos yang diproduksi pengrajin pemula adalah selendang. Ketika telah mampu menenun dengan mempergunakan tujuh buah lidi, ia dapat memproduksi berbagai jenis ataupun motif kain Ulos lainnya.
Menurut adat istiadat Batak, setiap orang Batak akan menerima minimal tiga macam Ulos sejak ia lahir hingga meninggal dunia. Pertama, ia akan memperoleh Ulos ketika baru dilahirkan ke dunia. Orang Batak juga akan menerima Ulos ketika ia menikah. Yang terakhir, ia akan menerima Ulos ketika meninggal dunia.
Artis-Artis batak
* Charles Simbolon
* Eddy Silitonga
* Gordon Tobing
* Jack Marpaung
* Joel Simorangkir
* Nahum Situmorang
* Nainggolan Sister
* Palapa Trio
* Perdana Trio
* Persada Trio
* Rita Butarbutar
* Simanjuntak Stars
* Simatupang Sister
* Sinaga Bersaudara
* Trio Ambisi
* Trio Amsisi 2000
* Trio Andesta
* Trio Axido
* Trio Lamtama
* Trio Lasidos
* Trio Maduma
* Trio Relasi
* Trio Santana
* Trio Saroha
* Trio Satahi
* Victor Hutabarat
* Eddy Silitonga
* Gordon Tobing
* Jack Marpaung
* Joel Simorangkir
* Nahum Situmorang
* Nainggolan Sister
* Palapa Trio
* Perdana Trio
* Persada Trio
* Rita Butarbutar
* Simanjuntak Stars
* Simatupang Sister
* Sinaga Bersaudara
* Trio Ambisi
* Trio Amsisi 2000
* Trio Andesta
* Trio Axido
* Trio Lamtama
* Trio Lasidos
* Trio Maduma
* Trio Relasi
* Trio Santana
* Trio Saroha
* Trio Satahi
* Victor Hutabarat
Sejarah Batak
Batak adalah nama suku bangsa di Indonesia yang bermukim di Sumatera Utara. Suku Batak ini berdiaspora ke berbagai penjuru Indonesia. Diperkirakan di wilayah jabodetabek saja sudah mencapai lebih dari 200.000 jiwa. Sudah lebih banyak orang Batak yang bermukim di luar daerah asalnya yakni Tapanuli,Simalungun dan Karo. 14% penduduk kota medan adalah orang Batak, sehingga secara nasional orang Batak sering disebut anak Medan.
Orang Batak terkenal dengan Agama Kristen, namun ajaran Kristen ini dulunya sangat sulit diterima sehingga sering mengalami kegagalan. Misionaris yang paling berhasil adalah L.L.Nommensen yang melanjutkan tugas pendahulunya menyebarkan agama Kristen di wilayah tapanuli. Nomensen dan penyebar agama lainnya berperan besar dalam pembangunan dua rumah sakit yaitu RSU Tarutung dan RS HKBP Balige yang sudah ada sebelum Indonesia merdeka.
Masyarakat Batak dari zaman dahulunya dipimpin dalam bentuk kerajaan. Pada masa kerajaan batak yang berpusat di bakkara, kerajaan Batak yang dalam pemerintahan sisingamangaraja di bagi dalam empat wilayah yang disebut Raja Maropat, yaitu:
1. Raja Maropat Silindung
2. Raja Maropat Samosir
3. Raja Maropat Humbang
4. Raja Maropat Toba
Suku Batak Toba masuk di wilayah Raja Maropat Toba. Di wilayah tersebut putri raja yang bernama Sonak Malela mempunyai tiga orang putra dan melahirkan empat marga yang akhirnya berkembang dan melahirkan marga-marga yang lain, yaitu Simangunsong, Marpaung, Napitupulu dan Pardede.
Orang Batak terkenal dengan Agama Kristen, namun ajaran Kristen ini dulunya sangat sulit diterima sehingga sering mengalami kegagalan. Misionaris yang paling berhasil adalah L.L.Nommensen yang melanjutkan tugas pendahulunya menyebarkan agama Kristen di wilayah tapanuli. Nomensen dan penyebar agama lainnya berperan besar dalam pembangunan dua rumah sakit yaitu RSU Tarutung dan RS HKBP Balige yang sudah ada sebelum Indonesia merdeka.
Masyarakat Batak dari zaman dahulunya dipimpin dalam bentuk kerajaan. Pada masa kerajaan batak yang berpusat di bakkara, kerajaan Batak yang dalam pemerintahan sisingamangaraja di bagi dalam empat wilayah yang disebut Raja Maropat, yaitu:
1. Raja Maropat Silindung
2. Raja Maropat Samosir
3. Raja Maropat Humbang
4. Raja Maropat Toba
Suku Batak Toba masuk di wilayah Raja Maropat Toba. Di wilayah tersebut putri raja yang bernama Sonak Malela mempunyai tiga orang putra dan melahirkan empat marga yang akhirnya berkembang dan melahirkan marga-marga yang lain, yaitu Simangunsong, Marpaung, Napitupulu dan Pardede.
Banggalah sebagai rakyat Indonesia
Banggalah sebagai rakyat Indonesia
karena hanya di Indonesia kau diakui,
jangan pikirkan apa yang sudah dilakukan negara ini padamu,pikirkanlah apa yang sudah kau lakukan pada negara ini.
banggalah karena negara ini sudah merdeka dari penjajahan.
walaupun merdeka itu tak pernah ada.
karena hanya di Indonesia kau diakui,
jangan pikirkan apa yang sudah dilakukan negara ini padamu,pikirkanlah apa yang sudah kau lakukan pada negara ini.
banggalah karena negara ini sudah merdeka dari penjajahan.
walaupun merdeka itu tak pernah ada.
Terima kasih karena sudah mengunjungi halaman web ini,web ini dimaksudkan untuk mengenalkan batak kepada anda semua rakyat Indonesia,Target saya masih dikalangan orang Indonesia,lalu saya akan mencoba Go International dalam jangka waktu yang belum saya tentukan,Mohon bantuan anda sesama orang Batak,sesama rakyat Indonesia.Merdeka
Kisah Parlindungan Lubis
Di DALAM tubuh Parlindungan Lubis, tidak setetes pun mengalir darah Yahudi. Dia Batak tulen dari Mandailing. Namun kenyataannya, dia harus mendekam selama lima tahun di kamp konsentrasi NAZI , dan masih beruntung bisa keluar dari tempat penyiksaan dan pembantaian yang sadis tiada tandingannya itu. Lubis mengisahkan pengalamannya yang luar biasa itu dalam sebuah otobiografi. Sudah agak lama beredar; namun buku tersebut masih tetap aktual sampai sekarang.
Pasalnya, dialah satu-satunya orang Indonesia yang mengalami langsung hari-hari mencekam di kamp konsentrasi Nazi. Tempat pembantaian yang mengerikan itu sengaja dibangun untuk mewujudkan impian gila Hitler, yaitu memusnahkan etnis Yahudi, kaum gay, orang-orang cacat, gipsi dan Saksi Jehovah.
Berikut ini Anda bisa menyimak mosaik-mosaik pengalaman Pandapotan Lubis yang sungguh dramatis itu, melalui resensi buku tersebut yang ditulis oleh Koencoro : Otobiografi Parlindoengan Loebis.
LUBIS berangkat ke Negeri Belanda untuk belajar Kedokteran, setelah lulus Kandidat I di Betawi (begitu dia menuliskannya). Semasa di Betawi, ia sempat aktif di Jong Islamieten Bond dan Jong Batak, yang kemudian bersama perhimpunan mahasiswa lain (selain Jong Java) bersatu membentuk PPPI dan Indonesia Moeda.
Di Leiden, tak lama ia direkrut Perhimpoenan Indonesia. Sepeninggal Hatta cs, PI bersifat kekirian, dengan garis Stalinis yang jelas. Sempat Lubis menjadi ketua, selama 3 tahun, dan membawa PI ke arah yang tak begitu kiri. Kerjasama dengan Partai Komunis Belanda dihentikan, lalu bekerjasama dengan Partai Sosialis (SDAP).
Kemudian PD II pecah. Mei 1940, saat Jerman bergerak ke barat, Belanda menyerah nyaris tanpa perlawanan. Dan bahkan kemudian kehidupan masih tampak normal dalam pendudukan Jerman. Sebelum serangan Jerman pun, partai NSB yang pro Jerman pernah memperoleh suara cukup besar (separuh suara) dari rakyat Belanda.
Selama pendudukan Jerman ini, Lubis sempat menyelesaikan kuliah di Leiden, lalu menikah di Haarlem, menjajagi bekerja di Utrecht, dan akhirnya membuka praktek di Amsterdam. Tapi kemudian, 26 Juni 1941, dua orang reserse Belanda menjemputnya. Loebis dipenjarakan, dan kemudian dipindahkan ke Kamp Konsentrasi. (Baru pada tahun 1945, Loebis mengetahui alasan penahanannya:
Ternyata Jerman sedang membuka front baru melawan Sovyet, dan para aktivis gerakan pro komunis ditakutkan menjadi partisan di belakang front). Kamp Konsentrasi yang pertama dihuni adalah Kamp Schoorl. Di sini, tawanan belum disuruh bekerja, tetapi hanya disuruh apel dan berolah raga. Kemudian seluruh isi kamp ini digabungkan ke Kamp Amersfoort. Di sini, tawanan memperoleh perkerjaan konstruksi, termasuk memasang kawat berduri. Juga mulai sering disiksa secara kejam, baik oleh orang Jerman, maupun terutama oleh orang NSB.
Lubis kemudian dipindahkan ke Kamp Buchenwald di Jerman. Di sini Lubis mulai kehilangan harapan untuk dibebaskan, kecuali perang berakhir dengan kekalahan Jerman. Ia memutuskan untuk hidup secara efisien dan tanpa hati, untuk bertahan hidup selama mungkin. Di Buchenwald, mereka membuka hutan di pegunungan berkabut, memecah batu, membuat barak, saluran air, listrik, bengkel, dll, selama 7 hari seminggu, 14 jam sehari. Tawanan sering dipukuli, bahkan hingga mati. Tawanan yang mengobrol ditembak.
Namun kemudian Lubis dipindahkan lagi, pada Oktober 1942, ke Sachsenhausen, ke instalasi pabrik pesawat perang Heinkel. Di sini situasi lebih baik. Kamp lebih difokuskan pada pekerjaan teknis, biarpun kekejaman masih berlangsung, dan menyita nyawa manusia segala bangsa di sana. Kali ini, dia ditugaskan sebagai dokter kamp, sehingga tugasnya lebih ringan. Lubis jarang mengulas tentang Yahudi. Ia beralasan bahwa barangkali para Yahudi dipisahkan, dan ditempatkan di kamp tersendiri. Atau barangkali … entahlah. Saat akhirnya pasukan sekutu berhasil masuk ke Jerman, Kamp kacau.
Para tawanan dan penjaga membentuk barisan tak teratur yang terus bergerak ke barat. Tawanan yang keluar barisan langsung ditembak di belakang kepala. Tapi banyak juga penjaga yang juga lari memisahkan diri. Mereka akhirnya berhenti di kampung Grabouw. Sempat barisan dari kamp lain bergabung. Dan akhirnya tentara Russia masuk juga ke kampung itu. Mereka resmi lepas dari tawanan. Tapi perlu waktu untuk memulihkan diri, dan mencari cara untuk lepas dari kawasan Russia, menyeberangi sungai Elbe, masuk ke kawasan Sekutu Barat, dan akhirnya kembali ke Belanda dengan kereta ke Maastricht, lalu naik mobil ke keluarganya di Amsterdam.
Namun, nun di timur, kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, dan pada akhir 1945, berita itu mulai terdengar masyarakat Indonesia di Belanda. Lubis dkk langsung menyatakan diri bagian dari Republik Indonesia yang merdeka, dan kekikukan kemudian terjadi lagi. Sempat ada Kongres Pemuda Demokrat Sedunia di Cekoslovakia, dan Loebis ingin menghadiri kongres ini, atas nama Indonesia. Tentu Belanda tak memberikan pass, tetapi atas bantuan Inggris, dia bisa berangkat.
Sambutan untuk Indonesia amat meriah, membuat berang para pemuda Belanda. Lubis kembali ke Belanda menumpang tim Belgia. Pemerintah Belanda akhirnya memperbolehkan orang Indonesia kembali ke negerinya. Namun dengan status sebagai NICA. Banyak yang mengira bahwa ini adalah support yang baik, karena tidak menyadari bahwa NICA justru memusuhi Pemerintah Indonesia Merdeka. Lubis sempat menyadari, dan memberi peringatan kepada lainnya.
Namun saat ia bertolak pulang, ia diberi juga pangkat Mayor NICA, yang tentu ia tolak. Ia mengambil status sebagai dokter kapal, dan dalam status itu sempat menyelundupkan Dr Setia Boedi (Douwes Dekker) kembali ke Indonesia. Di Indonesia, Lubis meneruskan karir sebagai dokter, dan menolak berpolitik. Bekerja sebagai dokter di PT Timah, Belitung. Zaman kaum komunis Indonesia bangkit, Lubis difitnah dan dipensiunkan dini, karena dianggap tak mau mendukung kaum komunis. Tapi ia tetap tinggal di Belitung. Saat istrinya meninggal, baru ia pindah ke Jakarta. Lubis meninggal di ujung tahun 1994, nyaris tanpa perhatian dari bangsa kita.
Pasalnya, dialah satu-satunya orang Indonesia yang mengalami langsung hari-hari mencekam di kamp konsentrasi Nazi. Tempat pembantaian yang mengerikan itu sengaja dibangun untuk mewujudkan impian gila Hitler, yaitu memusnahkan etnis Yahudi, kaum gay, orang-orang cacat, gipsi dan Saksi Jehovah.
Berikut ini Anda bisa menyimak mosaik-mosaik pengalaman Pandapotan Lubis yang sungguh dramatis itu, melalui resensi buku tersebut yang ditulis oleh Koencoro : Otobiografi Parlindoengan Loebis.
LUBIS berangkat ke Negeri Belanda untuk belajar Kedokteran, setelah lulus Kandidat I di Betawi (begitu dia menuliskannya). Semasa di Betawi, ia sempat aktif di Jong Islamieten Bond dan Jong Batak, yang kemudian bersama perhimpunan mahasiswa lain (selain Jong Java) bersatu membentuk PPPI dan Indonesia Moeda.
Di Leiden, tak lama ia direkrut Perhimpoenan Indonesia. Sepeninggal Hatta cs, PI bersifat kekirian, dengan garis Stalinis yang jelas. Sempat Lubis menjadi ketua, selama 3 tahun, dan membawa PI ke arah yang tak begitu kiri. Kerjasama dengan Partai Komunis Belanda dihentikan, lalu bekerjasama dengan Partai Sosialis (SDAP).
Kemudian PD II pecah. Mei 1940, saat Jerman bergerak ke barat, Belanda menyerah nyaris tanpa perlawanan. Dan bahkan kemudian kehidupan masih tampak normal dalam pendudukan Jerman. Sebelum serangan Jerman pun, partai NSB yang pro Jerman pernah memperoleh suara cukup besar (separuh suara) dari rakyat Belanda.
Selama pendudukan Jerman ini, Lubis sempat menyelesaikan kuliah di Leiden, lalu menikah di Haarlem, menjajagi bekerja di Utrecht, dan akhirnya membuka praktek di Amsterdam. Tapi kemudian, 26 Juni 1941, dua orang reserse Belanda menjemputnya. Loebis dipenjarakan, dan kemudian dipindahkan ke Kamp Konsentrasi. (Baru pada tahun 1945, Loebis mengetahui alasan penahanannya:
Ternyata Jerman sedang membuka front baru melawan Sovyet, dan para aktivis gerakan pro komunis ditakutkan menjadi partisan di belakang front). Kamp Konsentrasi yang pertama dihuni adalah Kamp Schoorl. Di sini, tawanan belum disuruh bekerja, tetapi hanya disuruh apel dan berolah raga. Kemudian seluruh isi kamp ini digabungkan ke Kamp Amersfoort. Di sini, tawanan memperoleh perkerjaan konstruksi, termasuk memasang kawat berduri. Juga mulai sering disiksa secara kejam, baik oleh orang Jerman, maupun terutama oleh orang NSB.
Lubis kemudian dipindahkan ke Kamp Buchenwald di Jerman. Di sini Lubis mulai kehilangan harapan untuk dibebaskan, kecuali perang berakhir dengan kekalahan Jerman. Ia memutuskan untuk hidup secara efisien dan tanpa hati, untuk bertahan hidup selama mungkin. Di Buchenwald, mereka membuka hutan di pegunungan berkabut, memecah batu, membuat barak, saluran air, listrik, bengkel, dll, selama 7 hari seminggu, 14 jam sehari. Tawanan sering dipukuli, bahkan hingga mati. Tawanan yang mengobrol ditembak.
Namun kemudian Lubis dipindahkan lagi, pada Oktober 1942, ke Sachsenhausen, ke instalasi pabrik pesawat perang Heinkel. Di sini situasi lebih baik. Kamp lebih difokuskan pada pekerjaan teknis, biarpun kekejaman masih berlangsung, dan menyita nyawa manusia segala bangsa di sana. Kali ini, dia ditugaskan sebagai dokter kamp, sehingga tugasnya lebih ringan. Lubis jarang mengulas tentang Yahudi. Ia beralasan bahwa barangkali para Yahudi dipisahkan, dan ditempatkan di kamp tersendiri. Atau barangkali … entahlah. Saat akhirnya pasukan sekutu berhasil masuk ke Jerman, Kamp kacau.
Para tawanan dan penjaga membentuk barisan tak teratur yang terus bergerak ke barat. Tawanan yang keluar barisan langsung ditembak di belakang kepala. Tapi banyak juga penjaga yang juga lari memisahkan diri. Mereka akhirnya berhenti di kampung Grabouw. Sempat barisan dari kamp lain bergabung. Dan akhirnya tentara Russia masuk juga ke kampung itu. Mereka resmi lepas dari tawanan. Tapi perlu waktu untuk memulihkan diri, dan mencari cara untuk lepas dari kawasan Russia, menyeberangi sungai Elbe, masuk ke kawasan Sekutu Barat, dan akhirnya kembali ke Belanda dengan kereta ke Maastricht, lalu naik mobil ke keluarganya di Amsterdam.
Namun, nun di timur, kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, dan pada akhir 1945, berita itu mulai terdengar masyarakat Indonesia di Belanda. Lubis dkk langsung menyatakan diri bagian dari Republik Indonesia yang merdeka, dan kekikukan kemudian terjadi lagi. Sempat ada Kongres Pemuda Demokrat Sedunia di Cekoslovakia, dan Loebis ingin menghadiri kongres ini, atas nama Indonesia. Tentu Belanda tak memberikan pass, tetapi atas bantuan Inggris, dia bisa berangkat.
Sambutan untuk Indonesia amat meriah, membuat berang para pemuda Belanda. Lubis kembali ke Belanda menumpang tim Belgia. Pemerintah Belanda akhirnya memperbolehkan orang Indonesia kembali ke negerinya. Namun dengan status sebagai NICA. Banyak yang mengira bahwa ini adalah support yang baik, karena tidak menyadari bahwa NICA justru memusuhi Pemerintah Indonesia Merdeka. Lubis sempat menyadari, dan memberi peringatan kepada lainnya.
Namun saat ia bertolak pulang, ia diberi juga pangkat Mayor NICA, yang tentu ia tolak. Ia mengambil status sebagai dokter kapal, dan dalam status itu sempat menyelundupkan Dr Setia Boedi (Douwes Dekker) kembali ke Indonesia. Di Indonesia, Lubis meneruskan karir sebagai dokter, dan menolak berpolitik. Bekerja sebagai dokter di PT Timah, Belitung. Zaman kaum komunis Indonesia bangkit, Lubis difitnah dan dipensiunkan dini, karena dianggap tak mau mendukung kaum komunis. Tapi ia tetap tinggal di Belitung. Saat istrinya meninggal, baru ia pindah ke Jakarta. Lubis meninggal di ujung tahun 1994, nyaris tanpa perhatian dari bangsa kita.
Langganan:
Postingan (Atom)
Pengikut
Halaman
About me
- Gratia,Kzilua
- saya adalah anak berusia 18 tahun yang sedang belajar tentang internet,saya belajar nge-blog sejak saya umur 2 tahun,saya ga pernah bohong apalagi soal identitas saya,saya rajin beribadah,rajin menabung,santun pada orang tua,dan sayang kepada yang lebih muda.Saya membuat blog ini untuk mengenalkan suku dan etnis saya,saya batak dan saya tidak/belum makan orang
Blog archives
Label
- BATAK (5)